Kamis, 25 Februari 2010

PRUBAHAN IKLIM

PERIHAN PERUBAHAN IKLIM

Ilmuwan belum bisa sepenuhnya memahami perubahan iklim. Apakah bumi ini akan kepanasan ataukah akan mengalami zaman es lagi, deja vu, seperti yang terjadi 13.000 tahun yang lalu? Apakah perubahan iklim ini akibat perbuatan manusia ataukah memang alami?

Secara ilmiah teori pemanasan global sudah ada sejak lama. Teori ini bermula dari pemikiran Joseph Fourier dari Perancis di tahun 1824. Ia menemukan sebab mengapa suhu bumi ini lebih hangat dibandingkan perhitungan keseimbangan energi. Fourier menduga bahwa atmosfir berperan menahan sebagian pantulan panas sebelum kembali ke angkasa. Dia menyebutnya l’effet de serre – efek rumah kaca. Teori ini diperkuat dengan ekperimen oleh ahli fisika Inggris, John Tyndall.

Entah mengapa, walaupun pengetahuan tentang efek rumah kaca ini sudah ada, namun ternyata kurang berpengaruh pada pemikiran ilmuwan di abad 20. Alih-alih berbicara tentang pemanasan global, tema pembicaraan ilmuwan iklim justru tentang kembalinya zaman es.

John Naisbitt menulis pada bukunya, Mindset, tentang ketakutan akan datangnya zaman es di beberapa dekade lalu. Di era 1930-an dan 1940-an, isu utama ancaman utama bumi adalah pendinginan global. Orang ketakutan akan datangnya jaman es lagi. Ketakutan ini terus berlanjut sepanjang tahun 1970-an. Tahun 1974 penulis Amerika, pemenang Pulitzer, George Will, menuliskan para ahli iklim meramalkan di tahun 2000, iklim di belahan bumi utara akan turun 2 sampai 3 derajat yang akan menimbulkan bencana besar yang menyebabkan kurangnya produksi pangan. Buku terlaris tahun 1975 adalah Cooling: Has the Next Ice Age Begun? Can We Survive It? oleh Lowell Ponte. Buku ini tentang ancaman pendinginan global yang akan berpengaruh terhadap spesies kita. Dan pada tahun yang sama Nigel Calder, editor New Scientist dari Inggris, menempatkan pendinginan global merupakan ancaman yang senilai dengan perang nuklir.

Barulah pada dekade akhir tahun 2000, ancaman yang menakutkan manusia adalah pemanasan global. Berbagai bukti ditunjukkan bahwa bumi mengalami pemanasan dan sebab utama pemanasan itu adalah akibat kegiatan manusia yang menambah lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfir.

Namun tidak semua sepakat dengan ancaman ini. Michael Crichton dengan novelnya State of Fear, mengemukakan bahwa ancaman pemanasan global hanya buatan lembaga yang mempunyai kepentingan untuk mendapatkan dana. Pemanasan global lebih merupakan keyakinan daripada fakta ilmiah yang didukung oleh data-data yang akurat.

Dan berita terakhir yang mengejutkan adalah pemalsuan data di Unit Penelitian Iklim di Universitas Anglia Timur, Inggris. Padahal data dari badan ini digunakan secara luas oleh seluruh dunia termasuk oleh badan PBB, termasuk juga pemimpin kelas dunia untuk melawan perubahan iklim, Al Gore.

Sekarang pengetahuan ilmuwan tentang iklim telah bertambah.

Teori baru mengatakan bahwa pemanasan global yang menyebabkan es di kutub mencair akan mengakibatkan pendinginan di daerah Eropa dan Amerika Utara.

Iklim Eropa dan Amerika Utara yang relatif hangat saat ini disebabkan oleh gerakan arus air laut dari daerah hangat di sekitar khatulistiwa menuju Atlantik Utara. Arus air laut yang menghangatkan ini merupakan rangkaian dari arus air global yang disebut “Great Conveyor Belt”. Pemanasan global akan menyebabkan es di kutub mencair. Es yang mencair ini akan mengubah pola arus air laut “Great Conveyor Belt”. Arus air hangat tidak lagi sampai ke laut sekitar Eropa dan Amerika Utara yang mengakibatkan daerah tersebut akan mengalami zaman es.

Baru-baru ini telah diterbitkan penelitian perubahan iklim mengenai dua hal, yaitu: (i) efek pemanasan global menyebabkan lautan dan berbagai sumber emisi CO2, mengeluarkan CO2 dalam jumlah yang lebih sedikit dari seharusnya sehingga peningkatan suhu bumi tidak akan seperti yang diramalkan, dan (ii) uap air – sebagai suatu gas rumah kaca - di stratosfir pada periode 2000-2009 telah menurun, sehingga akan menghambat kenaikan suhu di bumi.

Namun demikian satu hal yang belum jelas hingga saat ini, apakah fenomena iklim selama ini adalah akibat perbuatan manusia ataukah memang fluktuasi iklim alami. Karena terbukti 13.000 tahun lalu dunia mengalami zaman es, yang bukan disebabkan aktifitas manusia. Dan setelah zaman es itu, bumi mengalami pemanasan global sehingga suhunya kembali “normal”, yang juga bukan disebabkan oleh aktifitas manusia. Apakah memang pemanasan dan pendinginan global adalah suatu siklus alami saja – tanpa pengaruh manusia pun hal ini akan terus berulang?

Dengan kerumitan masalah iklim ini apa yang sebaiknya dilakukan? Tentu saja yang kita bisa lakukan adalah yang berhubungan dengan asumsi bahwa pemanasan global adalah akibat ulah manusia.

Thomas Friedman, kolumnis di New York Times, mengajukan usulan sederhana untuk menghadapi masalah perubahan iklim, yaitu mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi ancaman yang terlihat kecil, namun berdampak besar.

Dia mengambil contoh pikiran mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney, dalam menghadapi Al Qaeda. Jika ada kemungkinan kecil, walaupun cuma 1%, ilmuwan nuklir Pakistan memberikan kemampuannya kepada Al Qaeda, maka AS harus menganggap ancaman ini sebagai suatu yang nyata. Karena kalau ini terjadi, maka dampaknya akan besar (low-probability, high-impact event)
Begitu pula dengan ancaman pemanasan global ini. Sekecil apapun kemungkinan bencana iklim, dunia seharusnya menganggap ini sebagai ancaman nyata. Negara-negara harus berinovasi dalam teknologi penghasil energi yang ramah lingkungan, teknologi daur ulang, melestarikan hutan, menghemat sumber daya alam.

Dengan langkah ini, jika ternyata ancaman pemanasan global tidak terbukti, maka dunia pun tidak akan merugi. Langkah antisipasi justru akan menghasilkan dunia akan lebih bersih, sehat dan kelangsungannya akan terjaga sampai ke generasi berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar