Kamis, 25 Februari 2010

Kesenjangan Sosial Ekonomi

Kesenjangan social ekonomidi Indonesia sering tidak sama.Hal ini terbukti dari kurang adanya kesempatan untuk memperoleh sumber pendapatan ,kesempatan kerja,kesempatan bekerja ,kesempatan berusaha dan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesenjangan social adalah :

1. menurunya pendapatan perkapita tanpa diimbangi peningkatan produktivitas
2. ketidak merataan pembangunan antar daerah

Sehingga dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar perbedaan untuk mendapatkan kesempatan semakin besar pula kesenjangan social ekonomi yang terjadi dalam masyarakat.untuk mengatasi hal itu maka pemerintah melakukan

1.Menghapus kemiskinan

2.Memberikan pekerjaan kepada pengangguran

3.Mengapus kesenjangan social


*Pencematran Lingkungan Alam

Modernisasi yang terjadi di lingkungan kia mengakibatkan manusia lupa akan kondisi disekitarnya. Banyak sekali bencana alam yang terjadi karena ulah manusia, diantaranya yaitu banjir,karena manusia menebang hutan seenaknya sendiri, gempa bumi , tanah longsor dll. Modernisasi juga berdampak pada anak- anak muda jaman sekarang kususnya anak laki-laki,yang hobi mengotak-atik motornya dan mengganti kanlpot asli dengan knalpot yang bersura keras ,yang tidak ramah lingkungan dan menimbulkan asap yang banyak.jika setiap hari banyak sekali asap-asap kotor di lingkungan kita. Maka lapisan ozon di bumi kita akan menipis.Mungkin kita dapat membantu mencegahnya dengan cara

1.Menanam pepohonan di sekitar kita

2.mengurangi asap-asap kotor di lingkungan kita

3.Mengganti bahan bakar motor yang ramah lingkungan

*Kriminalitas

Kriminalitas umumnya sering terjadi dikota-kota besar, karena sebagian besar para pelakunya adalah orang-orang yang ekonominya lemah dan juga pengangguran.Kriminalitas sering terjadi dimana-mana ,kejahatan seperti ini terjadi karena adanya kesempatan. Tapi sekarang bukan hanya orang lemah saja yang melakukan kriminalitas, tetapi orang kayapun kini ikut serta.Mereka belomba-lomba untuk mendapatkan kekayaan misalnya korupsi. Padahal mereka tau bahwa korupsi itu selain juga dapat kesenangan karena mendapatkan uang. Juga dapat memberikan kesengsaraan bagi dirinya sendiri, umumnya para penjahat paling banyak dipusat perbelanjaan.

Cara untuk mengatasi kriminalitas :
- Membuka lapangan pekerjaan agar tidak ada lagi yang menganggur dan berbuat kriminalitas

- Pemerintah harus bertindak dan jangan menyepelekan

- Negara harus memberi hukuman yang berat agar pelaku kriminalitas takut dan tidak mengulanginya lagi


*Lunturnya Eksistensi Jati Diri Bangsa

Globalisasi ditandai dengan lunturny budaya Indonesia karena terpengaruh budaya barat, contohnya internet dilain sisi internrt sangat merugikan bagi masyarakat. Lalu anak-anak muda sekarang mulai melupakan musik-musik Indonesia seperti lagu nasional, tarian daerah juga mulai dilupakan, padahal tarian adalah asset bangsa Indonesia yang harus dilestarikan karena pengaruh budaya barat masyarakat hanya mengenal tarian dari budaya barat yaitu dance.Kesenian Indonesia mulai luntur seperti wayang, keroncong sudah mulai dilupakan. Maka dari itu kita harus mencegahnya seprti :

1. Menumbuhkan rasa cinta tanah air

2. Mencintai produk dalam negri

3. Mencintai budaya – budaya asli Indonesia

* Home * About DAMPAK MODERNISASI DAN GLOBALISASI

Kondisi di Negara Indonesia saat ini memang berbeda dengan Indonesia yang dulu. Sekarang banyak masalah-masalah yang sedang terjadi di Negara kita, sungguh sangat memprihatinkan. Pemerintahpun tidak sanggup mengatisinya, memang setelah terjadi globalisasi rakyat kita ada yang mengalami kemajuan dan ada juga yang mengalami kemunduran. Dalam bidang ekonomi misalnya,rakyat kecil semakin tertindas akibat semua harga pangan semakin mahal.krisis moneterlah yang menyebakansemuanya menjadi naik.

Namun tak selamanya globalisasi dan modernisasi menyebabkan dampak negatif, namun juga ada dampak positifnya.sekarang di Negara kita sudah mengalami kemajuan contohnya kemajuan teknologi seperti intenet,yang menguntungkan bagi para pekerja kantoran dan para pelajar. Jika Negara kita ingin maju kita harus melakukan kerjasama dengan Negara-negara lain yang menguntungkan bagi Negara kita dan juga Negara lain. Kita juga harus mewaspadai datangnya bangsa barat,karena sebagian besar para pemuda sudah meniru gaya budayanya.


*Urbanisasi

Urbanisasi terjadi karena mungkin menurut pandangan orang desa, dikota lebih banyak peluang pekerjaanya. Salah satu faktor yang ada di kota yaitu daya tarik ekonominya yang sangat tingggi ,maka sebab itulah rakyat desa memilih untuk merantau ke kota. Namun pandangan itu belum tentu juga benar, karena masih banyak orang kota yang menjadi pengangguran. Mungkin juga orang desa menganggap bahwa di kota itu masyarakatnya sudah modern.

Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah harus melakukan sesuatu separti:

1.Memperluas lapangan pekerjaan dalam brbagai bidang

2.Memberikan ketrampilan kepada pengangguran

3.Membuka Lapangan usaha di desa.

CARA-CARA MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

cara-cara menghadapi era globalisasi

1. menyaring budaya-budaya asing yang masuk ke negara kita harus yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
2. mencintai atau membeli produk dalam negeri sendiri.
3. meningkatkan produksi dalam negeri agar dapat bersaing dengan produksi negara-negara maju.
4. berusaha mengikuti perkembangan iptek.
5. tidak bergaya hidup bermewah-mewahan.
6. meningkatkan iman dan takwa pada Tuhan YME

Dunia Pendidikan Di Era Global

Dominasi era global telah membuat para penyelenggara pendidikan terjebak dalam perasaan ketidak-pastian dengan sistem pendidikan saat ini. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemajuan-kemajuan yang dicapai ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, melampaui kesiapan lembaga-lembaga pendidikan dalam mendesign kurikulum, metode dan sarana yang dimiliki guna menghasilkan lulusan-lulusannya memasuki sebuah era yang ditandai dengan tingkat kompetisi dan perubahan yang begitu masif dan cepat. Saat ini, persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan bukan lagi sekadar relevansi antara content yang diberikan kepada peserta didik dengan kebutuhan dunia kerja supaya lulusannya siap memasuki dunia kerja, tetapi dunia pendidikan juga dituntut untuk selalu mencermati relevansi dimensi paedagogies-didaktif ( antara lain : tehnik pengajaran, kurikulum, metode, tempat pembelajaran dan lainnya ) dengan trend budaya global.
Profesor Mastuhu dalam Menata Ulang Pemikiran Sitem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 mengemukakan : “Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau “mensejagat”. Sesuatu entitas, betapapun kecilnya, disampaikan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, temuan obat-obatan, pembangunan, pembangunan, pemberontakan, sabotase, dan sebagainya; begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di seluruh dunia. Hal ini biasanya banyak terjadi di lingkungan politik, bisnis, atau perdagangan, dan berpeluang mampu mengubah kebiasaan, tradisi, dan bahkan budaya.Misalnya, Mc Donald’s, Berger King, Domino’s Pizza, Kentucky Fried Chicken, Jean’s, tas tangan merk Gucci dari Itali, kartu kredit City Bank,ABN Amro, dan lain sebagainya. Barang-barang ini telah mampu mengubah kebiasaan, dari sejak : makan, pakaian, dan gaya hidup seseorang atau kelompok dari “tradisi lokal” ke “tradisi global”.
Yang perlu dicermati adalah globalisasi membawa akibat terjadinya perubahan yang terus menerus dan semakin cepat. Fenomena perubahan yang kian berakselerasi memberi imperatif berbagai lembaga pendidikan yang ada untuk terus melakukan sefl reform jika ingin tetap mempertahankan eksistensinya di jaman yang berlari seperti sekarang. Namun, juga perlu diperhatikan bahwa jika reformasi dilakukan secara serampangan, sekadar reaktif dan tidak visioner, justru akan menyebabkan terjadinya degradasi kemanusiaan di masa mendatang.
Misalkan, sekitar tahun 80-an, dunia pendidikan kita dikritik habis-habisan oleh masyarakat, khususnya dari kalangan dunia kerja. Lulusan sekolah, baik sekolah menengah maupun perguruan tinggi, dikeluhkan tidak memiliki kapasitas dan ketrampilan yang memadai seperti dibutuhkan oleh dunia kerja. Mereka hanya pandai berteori, tetapi tidak menguasai teknis-praktisnya. Tak ayal, kurikulum pendidikan, metode pengajaran, prasarana dan sarana praktek dan link and match dalam lembaga pendidikan menjadi pembicaraan publik.
Dunia pendidikan bukannya tidak memahami atas persoalan tersebut. Negara, sebagai pihak yang mengemban amanat penyelenggara pendidikan terus melakukan upaya-upaya penyempurnaan terhadap penyelenggaraan pendidikan nasional. Namun sayangnya, kebijakan-kebijakan penyempurnaan yang dibuat cenderung bersifat reaksioner. Kurang didasari visi yang jelas.
Doni Koesoema A dalam artikelnya ‘Pendidikan Manusia Versus Kebutuhan Pasar’ menilai bahwa tanggapan pemerintah atas berbagai persoalan dalam dunia pendidikan terkesan lebih bersifat reaksioner ketimbang visioner. Kebijakan yang diambil pemerintah dalam meningkatkan kualitas dunia pendidikan hanya didasarkan sikap reaktif, kaget, bingung, bahkan sekadar memenuhi kepentingan dan kebutuhan sesaat. Keluhan, bahwa ganti menteri ganti kebijakan, ganti buku pelajaran, dan lain-lain adalah afirmasi atas situasi ini. ( Pendidikan Manusia Indonesia, Kompas, 2004 ).
Selanjutnya, Doni Koesoema memberi contoh kebijakan pemerintah yang kurang didasari visi jangka panjang di bidang pendidikan : “…… pendidikan kita ditengarai menghasilkan orang-orang yang tidak siap masuk dunia kerja. Karena itu, satu-satunya cara untuk memperbaikinya adalah menyiapkan sekolah-sekolah agar menghasilkan orang-orang yang siap memasuki dunia kerja. Bagaimana caranya ? Diperkenalkan program link and match. Program link and match dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud, kini berubah menjadi Mendiknas ) Wardiman Djojonegoro ( 1193-1998 ) yang mengaitkan berbagai macam program dan kurikulum di sekolah dengan tuntutan yang dibutuhkan perusahaan…….”
Program link and match ini dalam implementasinya bernama Pendidikan Sistem Ganda ( PSG ). Dengan PSG dimaksudkan sebagai model belajar sambil magang kerja. PSG merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memadukan secara sistemik dan sinkron program pendidikan sekolah dan program penguasaan keahlian/ketrampilan yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja dan diarahkan untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Dilihat sepintas, barangkali tidak ada yang keliru dengan PSG ini. Namun jika dicermati lebih jauh, maka akan terlihat bahwa visi yang ada di balik kebijakan PSG ini sangat membahayakan. Saat itu, link and match dianggap sebagai sebuah imperatif yang harus diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Ini merupakan dominasi dunia industri yang dibiarkan masuk dalam sistem pendidikan tanpa mempertimbangkan kerugian yang akan diderita peserta didik dan bangsa secara umum.
Persoalan-Persoalan Yang Dihadapi Dunia Pendidikan
Dengan link and match seolah-olah satu-satunya tujuan pendidikan yang dibenarkan adalah mempersiapkan peserta didik untuk cocok masuk sebagai salah satu bagian dari dunia industri. Maka, segala upaya pendidikan adalah harus disesuaikan memenuhi kebutuhan dunia kerja. Sekali lagi, program link and match tidaklah salah. Karena tujuan peserta didik menjalani pendidikan adalah untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Namun, menjadi bahaya manakala ini diasumsikan sebagai satu-satunya tujuan pendidikan. Dengan berasumsi demikian, maka fungsi-fungsi lain dari pendidikan direduksi, jika tidak dikatakan dihilangkan.
Lembaga pendidikan yang mendesign kurikulumnya guna membekali peserta didiknya dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan dunia kerja merupakan sikap yang bijak. Karena, menciptakan sebuah kebijakan dalam dunia pendidikan agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat merupakan sebuah tuntutuan yang mendesak dan terus ada. Namun, merupakan cerminan keterbatasan horizon pemikiran manakala beranggapan bahwa tujuan pendidikan semata-mata demi memenuhi kebutuhan praktis sesaat.
Kebijakan pendidikan yang dilatari oleh horizon berpikir sempit seperti ini berpotensi melahirkan proses dehumanisasi pada diri peserta didik. Pendidikan yang terlalu memfokus pada upaya mencetak tenaga-tenaga trampil yang dibutuhkan dunia industri dan melupakan tujuan-tujuan pendidikan yang lain, akan melahirkan robot-robot berbaju manusia. Implikasi dari kebijakan-kebijakan pendidikan semacam itu telah lama kita rasakan. Misalkan, rendahnya moralitas, rendahnya sikap toleransi, rendahnya sikap menghargai sesama, lemahnya mental enterpreuner, rendahnya mental team-work, minimnya jiwa kepemimpinan dan lain-lain.
Percepatan inovasi yang terjadi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia-manusia pembelajar yang terus mau dan mampu meng-upgrade diri. Ini berarti lembaga pendidikan harus juga mampu mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar peserta didiknya. Lembaga pendidikan harus memberi ketrampilan learn how to learn.
Ketika lembaga-lembaga pendidikan ‘dipaksa’ mendesign kurikulumnya hanya untuk kepentingan link and match, dan mengabaikan learn how to learn ini, pasti akan menghasilkan generasi-generasi yang gagap terhadap aneka perubahan yang terjadi di era global ini. Barangkali, generasi hasil program link and match akan menunjukkan kinerja yang memuaskan saat mereka baru memasuki dunia industri/kerja. Namun, ketika perusahaan harus menggunakan instrumen-nstrumen baru, yang ini berarti menuntut para pekerjanya untuk mempelajari hal-hal baru, maka umumnya performance dari generasi ini akan mengecewakan. Mereka kurang memiliki ketrampilan untuk mempelajari hal-hal baru.
Belum lagi jika kita lihat fakta bahwa jenis-jenis pekerjaan yang sepuluh sampai dua puluh tahun lalu masih berjaya, kini satu per satu mulai sirna ditelan arus perubahan. Seperti diuraikan di atas, lembaga pendidikan yang terlalu terfokus pada program link and match bertujuan menghasilkan output yang memiliki ketrampilan pada jenis pekerjaan tertentu. Permasalahan muncul manakala jenis pekerjaan yang dikuasai tersebut dipaksa sirna, maka yang bersangkutan tidak mampu berbuat apa-apa. Ketrampilan yang dimiliki dari lembaga pendidikan yang telah ditempuh menjadi tidak berguna bagi hidupnya. Artinya, program link and match yang dilakukan secara gegabah akan mempersempit ruang kerja alumninya.
Kemajuan di bidang teknologi informasi memang banyak memberi kemudahan bagi kita saat ini. Melalui berbagai media elektronik ( televisi dan internet ), kita dan anak-anak kita setiap detik dibanjiri dengan berbagai informasi dari berbagai belahan dunia. Banyak informasi yang memang berguna bagi kita dan anak-anak kita untuk meningkatkan pengatuan, ketrampilan dan sikap. Namun, juga harus diakui bahwa kemudahan dan manfaat yang ditawarkan, banyak juga sisi mudhlaratnya. Resahnya para orangtua akan maraknya pornografi di dunia maya, kejahatan dan penipuan yang terjadi di dunia maya memberi bukti atas hal ini. Banyaknya sisi mudhlarat tersebut bukan berarti kita bisa menjauhkan diri dari pemanfaatan teknologi informasi. Karena, siapa pun yang menjauhkan diri dari gegap gempitanya dunia teknologi informasi ini akan ditinggal oleh arus perubahan. Akan terjerumus dalam kategori golongan primitif.
Alvin Toffler dalam bukunya Culture Shock :”Globalisasi, selain menghadirkan peluang “positif” untuk hidup mudah, nyaman, murah, indah dan maju; juga dapat menghadirkan peluang “negatif” sekaligus, yaitu menimbulkan keresahan, penderitaan,, dan penyesatan. Globalisasi bekerja selama 24 jam dengan menawarkan banyak pilihan dan kebebasan yang bersifat pribadi. Pendek kata, dewasa ini telah terjadi “banjir pilihan dan peluang”, terserah kemampuan seseorang untuk memilikinya.
Mencermati apa yang dikemukakan Toffler di atas, secara tersirat memberi amanat bahwa dunia pendidikan harus memberi satu life skill kepada peserta didik yang saat ini sangat penting, yakni ketrampilan mencari, menyaring, memilah dan memanfaatkan berbagai informasi, peluang dan pilihan dengan benar. Sekaligus juga memberi nilai-nilai hidup untuk berani membuang informasi dan pilihan yang tidak berguna dan merusak.
Kebijakan Pendidikan Putera Indonesia Malang
Yayasan Putera Indonesia Malang sangat menyadari bahwa kebijakan pendidikan yang ‘hanya’ bertujuan mencetak robot-robot pekerja merupakan malpraktek dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, Yayasan Putera Indonesia Malang, selain membekali mahasiswa dengan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia usaha, juga membekali mahasiswa dengan berbagai life skill dan nilai-nilai hidup supaya mereka bisa survive di zaman global ini.
Untuk memberi bekal ilmu dan ketrampilan yang sesuai dengan dunia kerja di bidang kefarmasian, mahasiswa ditempa dalam berbagai laboratorium kefarmasian. Di laboratorium ini, mereka mendapatkan berbagai pelatihan dan melakukan uji coba dalam bidang obat-obatan, kosmetika, makanan dan minuman, alat kesehatan dan obatan-obatan tradisional. Kemudian, supaya mahasiswa lebih mendalami ketrampilannya dan lebih mengenal dunia kerja secara riil, maka kami menjalin kerja sama dengan berbagai pihak sebagai tempat mahasiswa Praktek Kerja Lapangan. Pihak-pihak yang dimaksud meliputi, apotik, rumah sakit dan puskesmas, dunia industri, lembaga-lembaga pengawasan dan pengujian, serta lembaga-lembaga lain yang dipandang relevan dengan bidang kefarmasian.
Selain mata kuliah yang bersifat praktik, mata kuliah teoritis pun mendapat perhatian serius. Mengingat lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah Yayasan Putera Indonesia Malang bersifat vokasi, maka mata kuliah teori bertujuan untuk mendasari keahlian dan ketrampilan mahasiswa. Sebelum melakukan kuliah praktek, mereka ditugaskan melakukan kajian-kajian teoritis terlebih dahulu dengan difasilitasi secara penuh oleh para dosen. Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan praktek dengan pemahaman yang mendalam terhadap semua materi dan prosedur yang dipraktekkan. Sehingga, mereka tidak saja mampu melakukan dengan sempurna, tapi juga mampu melakukan penelitian-penelitian dan inovasi-inovasi keilmuan.
Pola seperti itu dikembangkan karena kami seringkali menemui mahasiswa sangat terampil dalam melakukan kegiatan praktik, tetapi begitu ditanya mengapa mereka memilih prosedur tertentu dan bukan lainnya, mereka diam seribu bahasa. Artinya, mereka melaksanakan suatu praktek, tapi mereka tidak memahami apa yang dilakukannya. Mereka menjadi semacam robot. Dan, dari “robot-robot” ini jelas mustahil berharap ditemukannya kreasi dan inovasi-inovasi baru.
Untuk tidak terjebak dalam menciptakan “robot-robot” seperti itu, maka Yayasan Putera Indonesia Malang mengembangkan suatu model pembelajaran baru. Model pembelajaran yang dimaksud adalah yang memberi tekanan kepada learn how to learn. Dengan model ini, dosen tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu dan informasi. Karena itu, tugas dosen tidak lagi sebagai “orang pintar” yang bertugas mengisi otak mahasiswa dengan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya. Tetapi, tugas dosen adalah membantu atau memfasilitasi mahasiswa memanfaatkan beragam sumber belajar yang ada ( buku, perpustakaan, media massa, internet atau para praktis ) sehingga mahasiswa mampu mengkonstruksi sendiri segala macam ilmu dan informasi yang diperolehnya. Tugas utama dosen adalah melatihkan metode-metode belajar kepada mahasiswa. Tujuan akhirnya adalah mahasiswa mampu belajar dari sumber-sumber belajar yang ada secara mandiri, sehingga ketika mereka lulus mereka siap mempelajari berbagai hal baru. Karena, di era global ini setiap detik selalu muncul hal-hal baru yang harus dikuasai, sehingga yang dibutuhkan era ini adalah manusia-manusia pembelajar yang haus inovasi. Bukan orang-orang yang bisa bertindak jika ada petunjuk atasan.
Untuk mewujudkan hal itu, maka model pengajaran deduktif diganti dengan yang bersifat induktif. Pada model deduktif, biasanya dosen hanya memberikan konsep-konsep dari textbook, kemudian mahasiswa menghapalnya tanpa tahu mengapa konsep tersebut seperti itu dan bagaimana menerapkannya dalam situasi nyata. Sedangkan pada model induktif, penguasaan konsep dimulai dari hal-hal nyata yang ada di masyarakat yang telah dikenal baik oleh mahasiswa. Fakta-fakta nyata tersebut dijadikan sebagai premis minor. Dari premis-premis minor ini, dengan difasilitasi dosen, mahasiswa dilatih untuk membuat generalisasi-generalisasi. Ketika generalisasi yang dilakukan oleh mahasiswa ternyata salah atau bertentangan dengan teori-teori yang ada, tugas dosen untuk membantu membenarkannya. Dengan metode ini diharapkan akan menjadi netode pembelajaran yang mampu mengembangkan semangat dan kemampuan belajar lebih lanjut.
Model induktif tidak akan bisa dicapai jika dosen memberi kuliah hanya dengan metode ceramah. Metode ini hanya akan membuat mahasiswa menjadi manusia-manusia pasif. Perkuliahan harus melalaui metode diskusi,dialog, brainstorming dan mencari kebenaran bersama dalam wilayah akademik. Memang, tak bisa dipungkiri ada mata kuliah-mata kuliah tertentu yang harus tetap bersifat doktriner, seperti mata kuliah agama. Namun jumlahnya sangat kecil.
Selain dibekali dengan berbagai keilmuan di atas, mahasiswa juga dibekali berbagai keatrampilan penunjang yang dibutuhkan untuk hidup mereka, baik di tempat kerja maupun dalam masyarakat luas. Misalkan, ketrampilan bekerja-sama, ketrampilan kepemimpinan, etos kerja yang baik, nilai-nilai spiritualisme, sikap toleransi dan lain-lain. Hal ini diperoleh mahasiswa melalui kegiatan outbond, latihan kepemimpinan pada kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, aktivitas keagamaan dan pembelajaran di dalam kelas.
Satu hal lagi yang kami sadari adalah penggunaan teknologi informatika ( TI ) dalam hampir setiap aspek kehidupan, terutama di dunia kerja. Maka, mau tidak mau, kami harus memberikan ketrampilan-ketrampilan aplikasi dan pemanfaatan TI ini. Selain untuk menyiapkan mahasiswa terhadap tuntutan penguasaan TI di dunia kerja, pemanfaatan TI dalam proses belajar adalah untuk melatih mahasiswa dengan satu ketrampilan hidup yang sangat dibutuhkan saat ini, yakni ketrampilan mencari, menyaring, memilah dan memanfaatkan informasi dengan benar dan membuang informasi yang tidak berguna dan merusak. Supaya mahasiswa memiliki ketrampilan ini, mereka harus diberi kesempatan dan ruang untuk menjelajah kehidupan melalui proses pencarian dan penemuan pada proses belajar mereka. Maka dari itu, model pembelajaran yang menggunakan model pendiktean, penghafalan, indoktrinasi dan deduktif harus dibuang jauh-jauh karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
Ketrampilan mencari, menyaring, memilah dan memanfaatkan informasi sangat dipermudah dengan adanya teknologi komputer dan internet. Karena itu, sarana-sarana tersebut telah kami sediakan berupa area hotspot dan intranet. Dan kami sangat menyadari bahwa sarana tersebut akan mubazir manakala mahasiswa tidak memiliki ketrampilan dan kesadaran untuk memanfaatkannya. Karena itu, ketrampilan mempergunakan fasilitas-fasilitas tersebut kami berikan kepada mahasiswa. Selain itu, pemanfaatan sarana TI juga telah kami integrasikan dalam beberapa mata kuliah. Kurikulum telah mulai kami design supaya mahasiswa memanfaatkan internet atau jaringan intranet yang ada untuk mengerjakan tugas-tugas, mencari informasi dan berinteraksi dengan dosen.
Satu hal lagi yang perlu kami sampaikan adalah, salah satu seksi dari biro humas kami punya tugas menggali data tentang kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja pada dunia industri atau atau dunia usaha. Data-data yang terkumpul kemudian kami umumkan melalui website kami atau langsung kami sampaikan kepada para alumni yang belum mendapat pekerjaan. Upaya-upaya ini akan terus kami lakukan dan hubungan baik dengan dunia usaha dan dunia industri akan terus kami tingkatkan. Tujuannya adalah untuk memudahkan para alumni mendapatkan pekerjaan.

Akibat Modernisasi dan Globalisasi terhadap Budaya Indonesia

Suatu kemajuan akan menghasilkan dampak positif dan negatif. Hal ini harus dapat kalian sadari betul agar dapat meminimalkan dampak negatif yang merugikan serta memaksimalkan dampak positif yang menguntungkan.

a . AKIBAT POSITIF GLOBALISASI

1) Semakin dipercayanya kebudayaan Indonesia; dengan adanya internet, kalian bisa mengetahui kebudayaan-kebudayaan bangsa lain, sehingga dapat dibandingkan ragam kebudayaan antarnegara, bahkan dapat terjadi adanya akulturasi budaya yang akan semakin memperkaya kebudayaan bangsa. Dengan memperbandingkan itu pula kalian dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan budaya Indonesia bila dibandingkan dengan kebudayaan bangsa-bangsa lain.

2) Ragam kebudayaan dan kekayaan alam negara Indonesia lebih dikenal dunia; dulu mungkin masyarakat Eropa hanya mengenal Bali sebagai objek wisata di Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, masyarakat Eropa mulai mengenal keindahan alam Danau Toba di Sumatra Utara, panorama Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara, keaslian alam Perairan Raja Ampat di Papua, kelembutan tari Bedoyo Ketawang dari Solo (Jawa Tengah), keanggunan tari Persembahan dari Sumatra Barat, atau kemeriahan tari Perang dari suku Nias di Sumatra Utara.

b .AKIBAT NEGATIF GLOBALISASI

1) Munculnya guncangan kebudayaan (cultural shock); guncangan budaya umumnya dialami oleh golongan tua yang terkejut karena melihat adanya perubahan budaya yang dilakukan oleh para generasi muda. Cultural Shock dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian unsur-unsur yang saling berbeda sehingga menghasilkan suatu pola yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan unsur-unsur budaya seringkali ditanggapi oleh masyarakat dengan beragam. Bagi masyarakat yang belum siap menerima perubahan-perubahan yang terjadi maka akan timbul goncangan (shock) dalam kehidupan sosial dan
budayanya yang mengakibatkan seorang individu menjadi tertinggal atau frustasi. Kondisi demikian dapat menyebabkan timbulnya suatu keadaan yang tidak seimbang dan tidak serasi dalam kehidupan. Contoh: di era globalisasi ini unsur-unsur budaya asing seperti pola pergaulan hedonis (memuja kemewahan), pola hidup konsumtif sudah menjadi pola pergaulan dan gaya hidup para remaja kita. Bagi individu atau remaja yang tidak siap dan tidak dapat menyesuaikan pada pola pergaulan tersebut, mereka akan menarik diri dari pergaulan atau bahkan ada yang frustasi sehingga menimbulkan tindakan bunuh diri atau perilaku penyimpangan yang lain.

2) Munculnya ketimpangan kebudayaan (cultural lag); kondisi ini terjadi manakala unsur-unsur kebudayaan tidak berkembang secara bersamaan, salah satu unsur kebudayaan berkembang sangat cepat sedangkan unsur lainnya mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan yang terlihat mencolok adalah ketertinggalan alam pikiran dibandingkan pesatnya perkembangan teknologi, kondisi ini terutama terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang seperti Indonesia. Untuk mengejar ketertinggalan ini diperlukan penerapan sistem dan pola pendidikan yang berdisiplin tinggi. Contoh: Akibat kenaikan harga BBM pemerintah mengkonversi bahan bakar minyak menjadi gas dengan cara mensosialisasikan tabung gas ke masyarakat. Namun berhubung sebagian masyarakat belum siap, terkait dengan kenyamanan dan keamanan penggunaan tabung gas maka masyarakat kebayakan menolak konversi tersebut. Kondisi demikian menunjukkan adanya ketertinggalan budaya (cultural lag) oleh sebagian masyarakat terhadap perubahan budaya dan perkembangan kemajuan teknologi.

Tanggapan dan Kecenderungan Perilaku Masyarakat terhadap Modernisasi dan Globalisasi

Saat memasuki era milenium ketiga ini, tampaknya arus modernisasi dan globalisasi tidak akan dapat dihindari oleh negara-negara di dunia dalam berbagai aspek kehidupannya. Menolak dan menghindari modernisasi dan globalisasi sama artinya dengan mengucilkan diri dari masyarakat internasional. Kondisi ini tentu akan menyulitkan negara tersebut dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Berbagai tanggapan dan kecenderungan perilaku masyarakat dalam menghadapi arus modernisasi dan globalisasi. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi sikap positif dan sikap negatif berikut ini.

a. SIKAP POSITIF

Sikap positif menunjukkan bentuk penerimaan masyarakat terhadap arus modernisasi dan globalisasi. Sikap positif mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
1) Penerimaan secara terbuka (open minded); sikap ini merupakan langkah pertama dalam upaya menerima pengaruh modernisasi dan globalisasi. Sikap terbuka akan membuat kita lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-hal lama yang bersikap kolot, dan akan lebih mudah menerima perubahan dan kemajuan zaman.
2) Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif; sikap ini merupakan kelanjutan dari sikap terbuka. Setelah kita dapat membuka diri dari hal-hal baru, langkah selanjutnya adalah kita harus memiliki kepekaan (antisipatif) dalam menilai hal-hal yang akan atau sedang terjadi
kaitannya dengan pengaruh modernisasi dan globalisasi. Sikap antisipatif dapat menunjukkan pengaruh yang timbul akibat adanya arus globalisasi dan modernisasi. Setelah kita mampu menilai pengaruh yang terjadi, maka kita harus mampu memilih (selektif) pengaruh mana yang baik bagi kita dan pengaruh mana yang tidak baik bagi kita.
3) Adaptif, sikap ini merupakan kelanjutan dari sikap antisipatif dan selektif. Sikap adaptif merupakan sikap mampu menyesuaikan diri terhadap hasil perkembangan modernisasi dan globalisasi. Tentu saja penyesuaian diri yang dilakukan bersifat selektif, artinya memiliki pengaruh positif bagi si pelaku.
4) Tidak meninggalkan unsur-unsur budaya asli, seringkali kemajuan zaman mengubah perilaku manusia, mengaburkan kebudayaan yang sudah ada, bahkan menghilangkannya sama sekali. Kondisi ini menyebabkan seseorang/masyarakat kehilangan jati diri mereka, kondisi ini harus dapat dihindari. Semaju apa pun dampak modernisasi yang kita lalui, kita tidak boleh meninggalkan unsur-unsur budaya asli sebagai identitas diri. Jepang merupakan salah satu negara yang modern dan maju, namun tetap mempertahankan identitas diri mereka sebagai masyarakat Jepang.

b . SIKAP NEGATIF

Berbeda dari sikap positif yang menerima terjadinya perubahan akibat dampak modernisasi dan globalisasi, sikap negatif menunjukkan bentuk penolakan masyarakat terhadap arus modernisasi dan globalisasi. Sikap negatif mengandung unsur-unsur berikut ini.
1) Tertutup dan was-was (apatis); sikap ini umumnya dilakukan oleh masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat yang ada, sehingga mereka merasa was-was, curiga, dan menutup diri dari segala pengaruh kemajuan zaman. Sikap seperti ini pernah ditunjukkan oleh negara Cina dengan politik Great Wall-nya. Sikap apatis dan menutup diri ini tentu juga kurang baik, karena sikap ini akan menjauhkan diri dari kemajuan dan perkembangan dunia, kondisi ini akan menyebabkan masyarakat negara lain yang terus tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman.
2) Acuh tah acuh; sikap ini pada umumnya ditunjukkan oleh masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan globalisasi. Masyarakat awam pada umumnya tidak terlalu repot mengurusi dampak yang akan ditimbulkan oleh modernisasi dan globalisasi. Mereka pada umumnya memercayakan sepenuhnya pada kebijakan pemerintah atau atasan mereka (hanya sebagai pengikut saja). Sikap ini cenderung pasif dan tidak memiliki inisiatif.
3) Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi; sikap ini ditunjukkan dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter. Kondisi ini akan menempatkan segala bentuk kemajuan zaman sebagai hal yang baik dan benar, padahal tidak semua bentuk kemajuan zaman sesuai dengan budaya masyarakat kita. Jika seseorang atau suatu masyarakat hanya menerima suatu modernisasi tanpa adanya filter atau kurang selektif, maka unsur-unsur budaya asli mereka sedikit demi sedikit akan semakin terkikis oleh arus modernisasi yang mereka ikuti. Akibatnya, masyarakat tersebut akan kehilangan jati diri mereka dan ikut larut dalam arus modernisasi yang kurang terkontrol.

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA DI ERA GLOBAL

A. MODERENISASI
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai di berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, baik dari segi pertanian, industri, perdagangan, maupun sosial budayanya. Salah satu bentuk modernisasi di bidang pertanian adalah dengan adanya teknik-teknik pengolahan lahan yang baru dengan menggunakan mesin-mesin, pupuk dan obat-obatan, irigasi teknis, varietas-varietas unggulan baru, pemanenan serta penanganannya, dan sebagainya. Semua itu merupakan hasil dari adanya modernisasi. Pada gambar berikut terlihat adanya kemajuan atau modernisasi dalam hal pemanenan hasil pertanian. Pada gambar (a) terlihat bahwa pengolahan hasil panen masih dilakukan secara manual; pada gambar (b) terlihat bahwa petani setempat mulai menggunakan teknologi sederhana dalam pengolahan hasil panennya; dan pada gambar (c) terlihat bahwa proses pemanenan dan pengolahan hasil panen dilakukan dengan menggunakan alat pertanian yang canggih sehingga proses pemanenan dan pengolahannya dapat dilakukan sekaligus.
Berbagai bidang tersebut dapat berkembang melalui serangkaian proses yang panjang sehingga mencapai pola-pola perilaku baru yang berwujud pada kehidupan masyarakat modern. Sayangnya, penggunaan istilah modernisasi banyak disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi.
Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dan kesalahan pemahaman tentang modernisasi, maka secara garis besar istilah modern dapat diartikan berikut ini.
1. Modern berarti kemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup. Agar modernisasi (sebagai suatu proses) tidak mengarah ke angan-angan belaka, maka modernisasi harus mampu memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat sekarang ke arah waktu-waktu yang akan datang.

Proses modernisasi tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Modernisasi dapat terjadi apabila ada syarat-syarat berikut ini.

1. Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur.
4. Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
5. Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri.
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

Hal yang harus kalian pahami adalah bahwa modernisasi berbeda dengan westernisasi. Jika modernisasi adalah suatu bentuk proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara yang lebih maju; westernisasi adalah proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara terhadap kebudayaan dari negara-negara Barat yang dianggap lebih baik dari budaya daerahnya. Berdasarkan hal tersebut, pengertian modernisasi lebih baik daripada westernisasi. Akan tetapi, bersamaan dengan proses modernisasi biasanya juga terjadi proses westernisasi, karena perkembangan masyarakat modern itu pada umumnya terjadi di dalam kebudayaan Barat yang tersaji dalam kemasan Barat pula.

PRUBAHAN IKLIM

PERIHAN PERUBAHAN IKLIM

Ilmuwan belum bisa sepenuhnya memahami perubahan iklim. Apakah bumi ini akan kepanasan ataukah akan mengalami zaman es lagi, deja vu, seperti yang terjadi 13.000 tahun yang lalu? Apakah perubahan iklim ini akibat perbuatan manusia ataukah memang alami?

Secara ilmiah teori pemanasan global sudah ada sejak lama. Teori ini bermula dari pemikiran Joseph Fourier dari Perancis di tahun 1824. Ia menemukan sebab mengapa suhu bumi ini lebih hangat dibandingkan perhitungan keseimbangan energi. Fourier menduga bahwa atmosfir berperan menahan sebagian pantulan panas sebelum kembali ke angkasa. Dia menyebutnya l’effet de serre – efek rumah kaca. Teori ini diperkuat dengan ekperimen oleh ahli fisika Inggris, John Tyndall.

Entah mengapa, walaupun pengetahuan tentang efek rumah kaca ini sudah ada, namun ternyata kurang berpengaruh pada pemikiran ilmuwan di abad 20. Alih-alih berbicara tentang pemanasan global, tema pembicaraan ilmuwan iklim justru tentang kembalinya zaman es.

John Naisbitt menulis pada bukunya, Mindset, tentang ketakutan akan datangnya zaman es di beberapa dekade lalu. Di era 1930-an dan 1940-an, isu utama ancaman utama bumi adalah pendinginan global. Orang ketakutan akan datangnya jaman es lagi. Ketakutan ini terus berlanjut sepanjang tahun 1970-an. Tahun 1974 penulis Amerika, pemenang Pulitzer, George Will, menuliskan para ahli iklim meramalkan di tahun 2000, iklim di belahan bumi utara akan turun 2 sampai 3 derajat yang akan menimbulkan bencana besar yang menyebabkan kurangnya produksi pangan. Buku terlaris tahun 1975 adalah Cooling: Has the Next Ice Age Begun? Can We Survive It? oleh Lowell Ponte. Buku ini tentang ancaman pendinginan global yang akan berpengaruh terhadap spesies kita. Dan pada tahun yang sama Nigel Calder, editor New Scientist dari Inggris, menempatkan pendinginan global merupakan ancaman yang senilai dengan perang nuklir.

Barulah pada dekade akhir tahun 2000, ancaman yang menakutkan manusia adalah pemanasan global. Berbagai bukti ditunjukkan bahwa bumi mengalami pemanasan dan sebab utama pemanasan itu adalah akibat kegiatan manusia yang menambah lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfir.

Namun tidak semua sepakat dengan ancaman ini. Michael Crichton dengan novelnya State of Fear, mengemukakan bahwa ancaman pemanasan global hanya buatan lembaga yang mempunyai kepentingan untuk mendapatkan dana. Pemanasan global lebih merupakan keyakinan daripada fakta ilmiah yang didukung oleh data-data yang akurat.

Dan berita terakhir yang mengejutkan adalah pemalsuan data di Unit Penelitian Iklim di Universitas Anglia Timur, Inggris. Padahal data dari badan ini digunakan secara luas oleh seluruh dunia termasuk oleh badan PBB, termasuk juga pemimpin kelas dunia untuk melawan perubahan iklim, Al Gore.

Sekarang pengetahuan ilmuwan tentang iklim telah bertambah.

Teori baru mengatakan bahwa pemanasan global yang menyebabkan es di kutub mencair akan mengakibatkan pendinginan di daerah Eropa dan Amerika Utara.

Iklim Eropa dan Amerika Utara yang relatif hangat saat ini disebabkan oleh gerakan arus air laut dari daerah hangat di sekitar khatulistiwa menuju Atlantik Utara. Arus air laut yang menghangatkan ini merupakan rangkaian dari arus air global yang disebut “Great Conveyor Belt”. Pemanasan global akan menyebabkan es di kutub mencair. Es yang mencair ini akan mengubah pola arus air laut “Great Conveyor Belt”. Arus air hangat tidak lagi sampai ke laut sekitar Eropa dan Amerika Utara yang mengakibatkan daerah tersebut akan mengalami zaman es.

Baru-baru ini telah diterbitkan penelitian perubahan iklim mengenai dua hal, yaitu: (i) efek pemanasan global menyebabkan lautan dan berbagai sumber emisi CO2, mengeluarkan CO2 dalam jumlah yang lebih sedikit dari seharusnya sehingga peningkatan suhu bumi tidak akan seperti yang diramalkan, dan (ii) uap air – sebagai suatu gas rumah kaca - di stratosfir pada periode 2000-2009 telah menurun, sehingga akan menghambat kenaikan suhu di bumi.

Namun demikian satu hal yang belum jelas hingga saat ini, apakah fenomena iklim selama ini adalah akibat perbuatan manusia ataukah memang fluktuasi iklim alami. Karena terbukti 13.000 tahun lalu dunia mengalami zaman es, yang bukan disebabkan aktifitas manusia. Dan setelah zaman es itu, bumi mengalami pemanasan global sehingga suhunya kembali “normal”, yang juga bukan disebabkan oleh aktifitas manusia. Apakah memang pemanasan dan pendinginan global adalah suatu siklus alami saja – tanpa pengaruh manusia pun hal ini akan terus berulang?

Dengan kerumitan masalah iklim ini apa yang sebaiknya dilakukan? Tentu saja yang kita bisa lakukan adalah yang berhubungan dengan asumsi bahwa pemanasan global adalah akibat ulah manusia.

Thomas Friedman, kolumnis di New York Times, mengajukan usulan sederhana untuk menghadapi masalah perubahan iklim, yaitu mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi ancaman yang terlihat kecil, namun berdampak besar.

Dia mengambil contoh pikiran mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney, dalam menghadapi Al Qaeda. Jika ada kemungkinan kecil, walaupun cuma 1%, ilmuwan nuklir Pakistan memberikan kemampuannya kepada Al Qaeda, maka AS harus menganggap ancaman ini sebagai suatu yang nyata. Karena kalau ini terjadi, maka dampaknya akan besar (low-probability, high-impact event)
Begitu pula dengan ancaman pemanasan global ini. Sekecil apapun kemungkinan bencana iklim, dunia seharusnya menganggap ini sebagai ancaman nyata. Negara-negara harus berinovasi dalam teknologi penghasil energi yang ramah lingkungan, teknologi daur ulang, melestarikan hutan, menghemat sumber daya alam.

Dengan langkah ini, jika ternyata ancaman pemanasan global tidak terbukti, maka dunia pun tidak akan merugi. Langkah antisipasi justru akan menghasilkan dunia akan lebih bersih, sehat dan kelangsungannya akan terjaga sampai ke generasi berikutnya.

PENGARUH DAN PENYEBAB GLOBAL WARMING BAGI DUNIA

PENGARUH DAN PENYEBAB GLOBAL WARMING BAGI DUNIA

Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?

Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?

Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.

Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca).

Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.

Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.

Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.

Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C.

Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris, kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‘populer’ seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global warming? Tentunya tidak sesederhana itu.

Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global (Gb.1).
Laporan IPCC, 2007.
Hasil perhitungan perkiraan agen pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu), berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai positif dari kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007.

Dari gambar terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.

Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 – 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb – 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.

Kontribusi antropogenik pada aerosol (sulfat, karbon organik, karbon hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian perhitungan yang masih sangat besar. Demikian juga dengan perubahan ozon troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global. Kemampuan pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global.

Minggu, 21 Februari 2010

dampak global warming

5 dampak (negatif) global warming Feb 23, '08 4:41 AM
for everyone

pertama, es dikutub mencair......iceberg itu lama kelamaan cair dan akan menyebabkan bertambahnya volume air laut. walau itu akan berlangsung lama, yang jelas volume air laut akan naik dan itu akan menyebabkan daratan akan mengecil.

kedua, air akan lebih hangat dan badai yang berlebih. temperatur dari lautan akan naik, dan itu akan menguatkan badai-badai.

ketiga, perekonomian di dunia akan mengalami ketidakteraturan. badai, bencana dimana menyebabkan rugi materi yang tidak sedikit, wabah penyakit makin memperburuk segalanya.

keempat, musim kemarau yang lama, menyebabkan kekeringan diman-mana, hewan-hewan mati kekeringan.

kelima, wabah penyakit.negara2 selatan menjadi hangat, wabah2 migrasi ke utara, membawa penyakit.
Tags: sin, global warming

golbal warming

PEMANASAN GLOBAL

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Minggu, 07 Februari 2010

Artikel Pembuka Untuk Laporan Bali Fashion Week VII - Fashion Meets Art

Akhirnya, tiba saatnya laporan official dari saya dan Fe untuk Bali Fashion Week VII - Fashion Meets Art, yang diselenggarakan pada tanggal 22 - 25 November 2007 turun juga.

Kami memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia untuk laporan ini, karena gaung Bali Fashion Week di luar negeri sudah sangat luas, ada begitu banyak reporter luar negeri yang datang dan mereview tentang acara tersebut, namun gaungnya di negara kita sendiri masih begitu lemah. Karenanya kami memfokuskan artikel ini untuk para pecinta dan pelaku fashion dalam negeri.

Kami juga memutuskan untuk membuat dua buah review untuk setiap event-nya. Dari sisi saya, dan dari sisi Fe. Hal ini kami lakukan karena tentunya lebih menyenangkan untuk melihat pengalaman ini dari dua orang yang berbeda kan? :)

Bagi saya pribadi, sebetulnya saya memang sengaja mengambil waktu untuk menulis artikel ini. Ada banyak hal yang membuat saya memutuskan untuk mengambil waktu.

Faktor pertama tentunya adalah tenaga. Kebetulan kami memiliki booth untuk produk tas After Midnite Bag kami di sana, jadi dari pagi sekitar pkl 8.30 hingga sore sekitar pkl 17.30 WITA, kami berada di booth untuk exhibition. Sementara Fashion Show diadakan pada pkl 20.00 hingga pkl 22.00 WITA, dan kami sebagai Media / Pers mewakili Fasity.Com, harus sudah masuk dan duduk di anak tangga batu yang super keras dan super panas sejak pukul 19.00 WITA, karena kalau tidak, maka saya tidak akan mendapat posisi bagus untuk memotret. Jadi, bisa terbayang betapa terkurasnya tenaga kami kan? Hehehe...

Faktor kedua sedikit lebih emosional :). Ada banyak pengalaman berharga yang saya dapat dari Bali Fashion Week VII ini, pengalaman yang begitu berharganya hingga membuat saya mendapat banyak hal positif dan cukup terharu saat mengingatnya. Saya juga berkenalan dengan banyak teman baru yang amat sangat tidak disangka bisa menjadi cukup akrab. Karenanya, dengan begitu banyak hal - hal emosional yang berlangsung dan hal - hal yang ingin diceritakan, saya khawatir artikel yang ditulis menjadi tidak seimbang dan terlalu personal.

Setelah menimbang - nimbang, saya putuskan untuk membagi dua report tentang Bali Fashion Week VII ini menjadi laporan resmi Fasity.Com dan laporan secara personal dari saya. Sedangkan untuk laporan Fe, akan dilakukan sesuai dengan seleranya dan gayanya sendiri. :) Menarik bukan?

Selasa, 12 Januari 2010

biodata saya

NAM LENGKAP : DEVI HAYATI
NAMA PANGGILAN : DEVI (MIICH)
ALAMAT : JLN.SELABINTANA BATAS KOTA RT 01/01 DESA WARNASARI KAB SUKABUMI
TTL : SUKABUMI, 5 DESEMBER 1995
SEKOLAH : SMP NEGERI 5 KOTA SUKABUMI